Thursday, January 03, 2008

Absentminded

"Selamat datang di dua ribu delapan" sapanya saat kami berada diambang pintu masuk dua ribu delapan. "Kami janjikan segala yang terbaik untuk kebahagiaan anda" lanjutnya.

Lira dan Rupi yang berada di baris depan kumpulan saling memandang lalu tersenyum, sumringah mendengar kalimat tersebut.

Mereka hanyut dalam pesta memasuki dua ribu delapan.
Harapan terbit dan mimpi menghampar di kepala setiap mereka.
Sekonyong seperti memulai lembaran baru untuk kehidupan yang lebih baik.

Berbagai pesta terasa pantas digelar.

"Boleh kami merasakan kepuasan yang anda maksud?" Lira bertanya kepada dia yang menyapa kami tadi.

"Tentu nyonya, hanya jika anda berada di dua ribu delapan" jawabnya ramah.

Masa dua ribu tujuh yang hampir habis membuat Lira dan Rupi bergegas ingin mengambil tempat di dua ribu delapan. Mereka tidak ingin seperti saat di dua ribu tujuh dimana kesusahan, kepedihan, dan air mata menjadi sabahat yang begitu lekat bagi hidup mereka.

"Kami janjikan bahwa segala macam kesusahan, kepedihan, duka, dan atau airmata yang melekat dalam hidup anda selama berada di luar dua ribu delapan akan hilang, lenyap tidak bersisa"

"Sungguh?" kali ini Rupi yang bertanya. Matanya berbinar, antara bahagia dan tidak percaya.

"Ya, tentu. Apapun keadaan, bagaimana pun keadaan anda"

"Wow! Baiklah. Boleh kami masuk sekarang?" Lira tidak sanggup menahan luapan emosinya.

"Silahkan sudah saatnya" sepenggal kalimat terucap darinya.

Lira, Rupi, dan kumpulan itu melesat berlari memasuki dua ribu delapan.

"Semua kebahagiaan telah menanti anda untuk dimiliki. Raihlah mereka semua dengan kerja keras, karena tanpa kerja keras itu semua tidak akan mungkin anda miliki" Lira dan Rupi tidak mendengar kalimat ini, pun menyadarinya. Begitu juga dengan manusia manusia lain mereka seperti Lira dan Rupi.

"Jika anda merasa buntu bicaralah pada pemilik tempat ini" orang tadi masih melanjutkan kalimatnya meskipun tidak satu orangpun yang mendengar.

"Dia akan selalu ada untuk memberikan jalan" orang tersebut terus mengucap. "Karena sebagai yang empunya tentu dia sangat memahami segala yang ada di tempat ini. Hanyalah dia pemilik sejati, cermatilah pemilik pemilik palsu yang justru akan menyesatkan engkau"

Kemudian sepi.

Dia melihat dari ambang dua ribu delapan bahwa banyak dari kumpulan tersebut yang tak tentu arah.

Rupi menyikut seorang tua renta demi Rupiah yang ia lihat.

Sama.

Hal yang sama sering Rupi lakukan di dua ribu tujuh

Karena Dia

Rumah Toyib,
Rabu, 13.56

"Halo"
"Halo"
"Selamat siang tante, ini Jaka"
"O, nak Jaka. Ada apa nih tumben nelpon.."
"Ini tante, ada ?@#y%* ga %^$$? D#@i t@+) @)*ya *&ri## g(* k#$%emu %et&^u. h@#$nya juga tu&%$#"
" halo...halo nak Jaka, suaranya putus putus nak. Kenapa tadi?
" ada Toyib di rumah ga Tan? Dicariin dari tadi ga ketemu ketemu, terus hpnya juga tulalit"
"loh, tadi pagi kan pergi ke sekolah bareng?"
"Iya sih tan, tapi ga lama saat kita nongkrong di kantin Toyibnya pergi entah kemana. Padahal abis itu janjinya kita mau ngumpul bareng sama temen temen yang lain, sekarang dia udah ditungguin nih"
"wah tante ngga tau tuh nak Jaka"

Rumah Toyib.
Rabu, 12.10

Ibu Toyib sedang terlihat sibuk memasak didapur. Malam nanti suaminya, dan Toyib - satu satunya anak mereka - akan mengadakan makan malam bersama untuk merayakan di terimanya Toyib di bangku kuliah. Ia dan suaminya yakin sekali kalau Toyib pasti ujian masuk universitas karena itu mereka tidak ragu untuk mempersiapkan makan malam bersama ini meski pengumuman baru diadakann pagi harinya.

" o ala...koq bisa ya aku lupa beli garam? " gerutu ibunya Toyib.

Maka ia segera mematikan kompor yang sedang menyala tersebut dan bergegas menuju bagian depan rumah untuk mengambil selopnya.

Ia akan membeli garam di toko Bu Juju yang terletak beberapa rumah dari rumahnya, persisnya 20 meter ke arah sebelah kanan rumahnya lalu belok ke kanan lagi. Sengaja ia tidak mengunci pagar karena ia hanya akan pergi sebentar dan toh lingkungan rumahnya sangat aman pikirnya.

Sebenarnya kalau keluar dari rumah Toyib ada dua pilihan, ke kanan dan ke kiri. Jika ke kanan seperti yang ibu Toyib lakukan sekarang ini kita akan menemukan toko Bu Juju, taman komplek, posyandu, dan kantor kelurahan.

Sedangkan jika mengambil ke kiri kita akan menemui rumah pak RT, pos kamling RT setempat, dan toko Ibu Seli yang hari ini masih tutup berhubung yang empunya baru pulang dari kampung halamannya lusa nanti. Masih bagian sebelah kiri dari rumah Toyib, jika kita kemudian mengambil ke kiri di gang ke dua dan berjalan sekitar dua ratus meter maka kita akan menemui jalan raya.
" rasanya aneh aku bisa lupa membeli garam, padahal tidak biasa biasanya aku melupakan sesuatu. Jangan jangan ini pertanda sesuatu...tapi apa ya?" Ibu Toyib menggumam sendiri dalam perjalanannya menuju toko Bu Juju, tak lama ia berbelok ke kanan dan hanya dalam beberapa langkah lagi ia akan sampai. Dilihatnya beberapa ibu ibu sedang asyik berbincang di depan toko Bu Juju.

Sesaat setelah Ibu Toyib berbelok ke gang toko Bu Juju Toyib muncul dari gang kedua sebelah kiri rumahnya dengan kecepatan lari yang luar biasa, keadaannya terlihat sangat berantakan, dengan peluh yang deras pula!

Sesampainya di rumah ia langsung menghambur ke kamarnya di lantai atas, tidak lupa ia bawa serta sepatunya ke lantai atas. Toyib memiliki cukup banyak koleksi sepatu dan semua sepatu tersebut berada di rak sepatu di depan pintu kamarnya. Semuanya dalam keadaan yang bersih dan terawat. Toyib memang terkenal akan kebersihan, ketelitian, ketekunan, dan kerapihannya yang didapat dari hasil didikan orang tua. Satu contoh nyata lagi selain sepatu tadi adalah jika kita perhatikan dengan teliti bahwa meskipun tadi dia langsung menghambur ke dalam rumah, dia masih sempat menutup pintu pagar dan rumah persis dengan keadaan sebelumnya


Rumah Toyib,
Rabu, 13.56

" dari tadi ibu dirumah dan dia belum pulang tuh nak.."
" o ya sudah bu, biar nanti kita cari lagi"
" sebentar sih kita sekeluarga janjian akan makan malam bersama. Nanti klo dia datang tante suruh hubungi nak Jaka deh."
" o gitu tante..."
" iya, sekalian aja klo bisa nak Jaka ikutan"
" wah terima kasih tante, tapi saya juga ada janji "
" o...eh iya nak, sampai lupa nih. Gimana kalian lulus tidak?
" o iya tante sampai lupa bilang...Jaka sama Toyib lulus Tante, bahkan Toyib diterima di pilihan pertamanya tante"
" o iya ya?...puji Tuhan, Alhamdulillah..."
" ya sudah tante, nanti agak malam saya usahakan datang ke rumah tante ya? Selamat siang tante"
" Selamat siang juga " lalu Ibu Toyib menaruh gagang telepon.

Setelah menutup telepon kemudian Ibu Toyib bertanya tanya dalam hati kemanakah gerangan buah hatinya itu pergi? Namun demikian ia yakin Toyib akan baik baik saja maka ia melanjutkan pekerjaannya membereskan rumah sambil menonton acara TV kesayangannya.
Terima kasih untuk masukkannya, saya sudah coba perbaiki dibagian ini. Ditunggu terus masukkannya ya...

///

Kita tidak pernah akan mengerti mengapa seseorang menjadi sangat berarti dalam hidup kita...

///

PART II

Kantin sekolah
Rabu, 11.05

"Mang Encep, gua biasa pesen mie ayam satu ya, ga pake lama" Toyib memesan makanan kesukaannya. Sesaat kemudian dia melangkah menghampiri teman temannya yang sedang ngobrol di tengah tengah kantin.

"Halo bro...gimana nih acara kita, udah beres semua?" tanya Toyib kepada Mamat, ketua acara farewell party geng Toyib. "lo nyantai aja deh Yib, Mamat gitu loh...!" jawab Mamat semangat dan bangga.

Di tengah riuh rendah keadaan kantin sesaat kemudian tiba tiba rekan rekan Toyib tampak berbisik bisik dan memandang ke suatu sudut kantin ini, tepatnya ke arah tempat jualan Mpo Yeni. Di sana, persis beberapa derajat di samping televisi kantin 17 inch yang suaranya cukup terdengar sampai ke tempat Toyib berdiri dan sedang memutar acara infotainment, terlihat Jaka sedang bercakap cakap dengan Nirmala. Toyib memandang ke sana.

Semua siswa di sekolah ini tahu bagaimana kisah Jaka dan Nirmala. Harusnya mereka sudah bisa jadian sayangnya Jaka si raja jalanan sekolahan ini tidak berani berbicara atau lebih tepatnya tidak mampu mengucap sepatah katapun jika dihadapan Nirmala dan Nirmala pun sebaliknya, padahal - lagi lagi - semua juga tahu kalau mereka saling suka. Bahkan mereka berduapun sama sama tahu bahwa mereka saling suka.

Teman teman Jaka sangat mendukung Jaka untuk jadian dengan Nirmala, begitupun teman teman Nirmala. Berkali kali mereka menjebak kedua orang ini dalam sebuah situasi yang membuat mereka saling berbicara namun mereka selalu gagal. Betapa gemasnya mereka melihat kedua orang ini.

Sementara itu Jaka dan Nirmala tidak sadar bahwa mereka kini sedang menjadi pusat perhatian, Jaka sangat terlihat sedang berusaha menenangkan diri dalam percakapan tersebut sedangkan Nirmala meski gugup lebih mampu menguasai diri.

Betapa menariknya tingkah polah kedua siswa tersebut sehingga tanpa komando setiap orang yang ada di dalam kantin kemudian terdiam menyaksikan Jaka dan Nirmala, beberapa ada yang senyum senyum, bisik bisik, dan berusaha mencuri dengar apa yang mereka bincangkan. Mang Encep yang hendak menyerahkan mie ayam pesenan Toyib-pun kini hanya diam berdiri mematung di samping Toyib sambil memandang ke arah Jaka dan Nirmala.

Lalu setelah beberapa detik berlalu.

Jaka menoleh, ia tersadar bahwasanya setiap orang sedang memandang mereka dan sontak mukanya memerah. "mati gua."
Tidak lama berselang Nirmala lalu ikut tersadar, segera ia tundukkan wajahnya dalam dalam.

Kini dua orang anak manusia yang tengah membara api asmaranya tersebut seperti pesakitan di ruang sidang.

"Anjrit! Raja jalanan akhirnya berani juga!" Bejo - tangan kanan Jaka di komunitas motor sekolah mereka - melontarkan ejekan.

Wajah Jaka semakin memerah. Malu...

"Kang Jaka, ambilin Mala bulan kang" Asih meledek Jaka.
"Apa lo Sih? Gua beri nih!" Jaka menggertak Asih dan teman teman yang lain.
"Ah...jantan banget sih, di depan sang bidadari tampil dengan gagah berani...mauw dong bo" Tuti yang duduk bersama Asih dan beberapa siswi perempuan bersemangat menjawab gertakan Jaka.
"Aku boleh anterin kamu pulang ga nanti" celetuk seseorang siswa mengulang kalimat Jaka tadi kepada Nirmala. Sayangnya pertanyaan Jaka ini belum mendapat jawaban dari Nirmala.
"Boleh....kenapa dari dulu aja!" sahut siswi lain gemes.

Sontak mereka berteriak teriak tak tentu arah, bersiul, memukul mukul meja, membuat bebunyian dari mangkok mangkok dan botol botol minuman yang di pukul pukul dengan sendok.

"Aku nih yee..." teriak Somad ditengah gemuruh para siswa, maka semakin menjadi jadi lah mereka berteriak.

"ga mungkin...." batin Toyib.

Melihat teman temannya semakin tidak terkendali Jaka segera mencari Toyib dari tempatnya berdiri, ia butuh bantuan untuk membuat semua anak anak ini diam. Dilihatnya Toyib namun pemuda itu segera beranjak pergi meninggalkan kantin, Jaka bermaksud mengejarnya namun sebuah celetukkan menyurutkan langkahnya.

"Kang Jaka, jangan makanannya Nirmala aja yang dibayarin atuh...Asih juga dong kang." Asih melanjutkan ejekan.

"Au ah..." Jaka menjawab sekenanya. Jengkel hati Jaka mendengarnya.

Bergegas Jaka mengejar Toyib namun langkahnya terhenti di pintu kantin karena empat orang teman Jaka menghadang.

"Mau kemana lo?"
"Mau kabur ya? Ninggalin Nirmala sendirian?" sambil mendorong Jaka kembali ke dalam Budi berkata.
"Udah deh jangan pada rese lo semua..." Jaka coba menahan emosinya.
"Kalau gua sendirian dan bukan soal Nirmala gua ga akan berani Jak, tapi ini soal harga diri lo sebagai ketua komunitas motor sekolahan man, sori..lo mesti balik kesana" Bejo menerangkan.
"damn...! ada apa dengan anak itu?" Jaka bertanya dalam hatinya.

PART 3

Bagian terakhir...finally! Terima kasih sekali lagi.

///

Jangan menganggap remeh sesuatu atau seseorang karena bukan tidak mungkin dari sana kita mendapat inspirasi...

///

Kamar Toyib.
Rabu, 12.14

Toyib beranjak dari kursi dan menjatuhkan diri ke atas ranjangnya, ia tinggalkan komputernya tetap menyala.

" Ya Tuhan..." Toyib membatin di atas ranjang di dalam kamarnya.

Matanya kemudian menatap foto seseorang yang dia dikeluarkan dari bagian tersembunyi di dompetnya, foto ini hanya Toyib yang memiliki karena waktu itu ia diam diam tanpa ada yang menyadari ikut memotret perempuan tersebut. Kualitas warna dan ketajamannya memang tidak terlalu bagus mengingat kamera hp-nya yang biasa biasa saja, namun ia puas karena mendapatkan moment yang sangat pas yakni saat ia sunggingkan senyumnya tepat ke arah dimana Toyib berdiri waktu itu. Mungkin hanya kebetulan belaka sehingga seakan akan dia tersenyum pada Toyib.

Sejak detik itu ia simpan rapat rapat semua yang ia rasakan terhadap perempuan ini, ia gali dalam dalam lubuk hatinya yang terdalam dan ia letakkan rahasia ini di dalam sana. Tidak seorangpun yang mengetahuinya, bahkan tidak pula Jaka sahabat yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri.

Toyib terbawa kembali ke masa dimana dia pertama kali memandangnya, sungguh betapa ia mengagumi keteduhan wajahnya. Toyib tidak kuasa menahan rasa yang membuncah di dalam dadanya. Dentumannya terasa sangat hebat, bulat dan dalam.

Tidak pernah terpikirkan oleh Toyib kalau tenyata akan seperti ini akhirnya.

///

Ruang kelas sebuah Universitas
Tiga bulan setelahnya, 10.05

"Selamat pagi semua..."

Toyib yang sedari tadi menunduk di kursinya di barisan paling depan kini mengangkat wajahnya dan melihat sosok manis itu melangkah anggun di depan matanya.

"Diandra Paramitha Sastrowardoyo"

Meski aku tahu aku tidak akan pernah menjadi kekasihnya...setidaknya dia akan menemani aku dalam ruang kelas ini sambil menuturkan kata demi kata dan kalimat demi kalimat, serta sesekali ia akan haturkan senyumnya padaku.

Toyib begitu kaget saat dirinya mengetahui bahwa Dian Sastro akan menjadi dosen pengajar di jurusan universitas yang dipilihnya, hingga dengan begitu kejam ia meninggalkan Jaka yang sedang butuh bantuannya di kantin waktu itu. Saat seluruh yang ada di kantin memperhatikan Jaka dan Nirmala ia malah memusatkan perhatiannya pada infotainment yang sedang menayangkan Dian Sastro yang akan menjadi dosen pengajar.



"Ide yang muncul saat lagi stuck dan infotainment memberitakan Dian Sastro akan menjadi dosen"

Jatuh Cinta Lagi

" Mungkin aku pernah juga merasakan cinta tapi tak pernah seindah ini...."
Larut oleh Dewa


+ Apa kamu pernah jatuh cinta?
# Ya.
+ Seperti apa rasanya?
# Jauh lebih indah dari apa yang sekarang dapat kamu bayangkan.
+ Hanya itu?
# Jauh lebih menyakitkan dari yang apa yang sekarang dapat kamu pikirkan
+ Sungguh?
# Ya.
+ Ceritakan tentang indahnya cinta.
# Aku tidak bisa.
+ Mengapa?
# Cinta adalah cinta.
+ Maksud kamu? setidaknya kamu kan dapat menggambarkannya melalui kata kata
atau kalimat kan?
# Tidak bisa, kata atau kalimat sangat terbatas sedangkan cinta adalah cinta.
+ Berarti dia sangat luas?
# Mungkin.
+ Loh...
# Cinta adalah cinta dan kita tidak akan pernah dapat mendefinisikan, menggambarkan, atau apalah itu istilahnya. Cinta dengan sendirinya akan
mendefinisikannya dirinya kepada diri kita.
+ Bagaimana agar cinta dapat mendefinisikan dirinya pada kita?
# Ketika ia ada di dalam diri kita
+ Bagaimana agar cinta ada dalam diri ini?
# Kamu tidak akan pernah tahu bagaimana, kapan, dimana cinta akan hadir di diri
kamu.
+ Bagaimana kamu tahu bila cinta telah ada dalam diri kamu?
# Hanya cinta yang mampu menjelaskannya.
+ Jika aku memiliki cinta dalam diriku kepada siapa cinta ini tertujukan?
# Tanyalah pada cinta
+ Saat aku menatap seseorang dada ini bergemuruh rasanya
# Cinta tidak pernah salah, yang ada hanyalah kita yang salah mencintai
+ Apa kamu pernah jatuh cinta?
# Entahlah, namun sedari tadi ini dadaku bergemuruh saat aku menatap wajahmu.
+ (tertunduk)....sudah lama aku ingin mendengarnya.

Cinta adalah tanda bahwa kita manusia yang hidup...

Sudah Tidak Malas Lagi

Klo nanti males gua udah ilang, gua akan bikin sesuatu yang outstanding
Klo nanti gue udah ga males, gua akan bikin orang orang pada tersenyum.
Klo nanti males gue udah ilang, gue akan nyenengin setiap orang.
Tapi sori ya, nanti aja, sekarang gue masih males.

Gue maalleesssss banget....
Badan males digerakin, otak ga mau mikir yang berat berat atau lebih tepatnya lagi ga bisa dipake buat mikir sih. Dari tadi gue pengen banget minum kopi tapi udah dua jam ga jadi jadi juga gue bikin tuh kopi.
Sekedar lo tau aja, ga enak banget klo lagi ngerasa kayak gini, mudah mudan jangan pernah deh lo ngerasa kayak gini.

Gue jadi ga jelas gini deh mau ngapain. Buka..tutup game di komputer sudah berkali kali, terus megang megang hape padahal ga ada yang telp atau sms. Tadi juga sempet gue coba untuk bakar rokok tapi baru dua hisap udah gue matiin, edan! Kayak udah kebanyakan uang aja gue!

Cabut deh gue dari sini, mau ke taman yang disana aja lumayan siapa tahu tanaman tanaman hias disana bisa nyulut semangat gue.

Ehm ! gimana mau ke taman? Bangun dari kursi ini aja malesnya minta ampun.

Aduh kenapa sih gue?
Somebody please help me....

Oh ya! Nonton DVD ah...
Huek! baru semenit rasanya eneg banget padahal itu film yang bagus loh, gue udah lama banget pengen nonton film ini. Ok deh, nanti klo gue udah ga males gue akan nonton film ini.

Upss, ada telp.
Aduh siapa lagi sih? Males ngomong juga nih...
Eh, ternyata bunda hehehe...

“Halo sayang...”
“Halo yah, lagi ngapain..?”
“Ee...lagi ngetik, biasa numpahin ide”
“Pulang jam berapa” tanyanya manja.
“Belum tahu, kenapa Nda?”
“kangen...”
“Oh, iya aku pulang sekarang...”

YES! Setelah tertunda akhirnya dapet juga.

Tuesday, December 11, 2007

SMOKER

Sisa sisa air yang mengguyur bumi masih dengan jelas terlihat mata telanjang menggenang di beberapa bagian badan jalan protokol ibukota yang lalu lintasnya semrawut. Langit masih terlihat mendung, seakan pertanda bahwa hujan belumlah selesai.

Hujan akan datang kembali untuk membasahi bumi.

Jangan salahkan bila air yang memercik dari angkasa itu menjadi banjir. Sedianya dia turun untuk menyegarkan dahaga tumbuh tumbuhan sahabatnya, namun kini sahabatnya banyak hilang tergerus mesin mesin dan mahkluk mahkluk yang merasa dirinya pintar.

"Komdak komdak!" suara kondektur berteriak lantang.

Sam bangkit berdiri dan berkata "komdak kiri bang".

Kondektur itupun memukul mukulkan beberapa uang logam yang tersatu di genggamnya ke kaca pintu dihadapan. Sebuah irama pukulan yang khas ala angkutan umum kota Jakarta terdengar dan laju kendaraan kian menyurut..

Sam sedikit meloncat saat turun, bus ini terlihat begitu tergesa mengejar sesuatu di depan sana sehingga sulit membayangkan ia sungguh sungguh berhenti walau sungguh sungguh untuk sesaat.

Untuk mencapai tujuannya, Sam harus menunggu sebuah kendaraan umum yang memiliki rute ke arah sana. Sama seperti yang sebelumnya ia tumpangi dan sama pula seperti bus bus lainnya di kota Jakarta, bus yang ia nanti kini adalah bus bus reyot dan kotor yang dipaksakan belari. Gerimis menerpa wajah Sam, ia berlari kecil ke halte.

Semenit berlalu tanpa satupun bus yang dinantinya melintas.

"Maaf, punya.." seorang bapak berumur 30-an menyentuh lengannya, sambil kemudian tangannya memperagakan sebuah gerakan yang sudah sangat ia mengerti.

“Silahkan” Sam menyahut dan meminjami apa yang di tanyakan si bapak itu.

Gerimis masih setia menemani Sam.

“Terima kasih” si Bapak mengucap dan mengembalikan apa yang di pinjamnya kepada Sam.

“Sama sama” Sama menjawab.

Dari arah kiri Sam tampak tiga orang berlarian. Laki laki.

Tanpa banyak bicara dan seperti dikomando ketiganya mengeluarkan sesuatu dari saku celana abu abu mereka.

“Sial” salah satu dari mereka mengumpat kesal karena apa yang dikeluarkan dari sakunya sudah tidak terlalu baik lagi bentuknya.

Kedua orang temannya tertawa dan mengejek.

Si bapak dan tiga orang laki laki menikmati setiap hisapan dan hembusan.

Satu dari tiga laki laki itu terbatuk dan menekan nekan dadanya, seperti menahan sakit.

Awalnya Sam berniat akan menyimpan saja dulu batang terakhir ini hingga ia tiba ditujuannya nanti, namun melihat si bapak dan tiga orang laki laki itu akhirnya niatnya pupus, larut.

Sam, si bapak, dan tiga orang laki laki.

Mungkinkah mereka adalah pahlawan pahlawan yang berperan dalam pembangunan bangsa ini. Tanpa empat orang tersebut dan juga tanpa mereka yang melakukan sesuatu seperti yang Sam, si bapak, dan tiga orang laki laki tersebut lakukan bangsa ini akan memiliki lebih banyak pengangguran.

Tubuh mereka rusak, dan banyak orang terselamatkan kehidupan ekonominya.

Ataukah mereka adalah pendukung rusaknya lingkungan?
Karena untuk membuat apa yang mereka nikmati entah sudah berapa banyak pohon pohon tertebang, sudah berapa banyak nikotin dan zat zat kimia perusak lainnya yang tertebar di udara.

Sampurna masih menunggu bus yang akan mengantarnya ke tujuan di halte itu. Di sisi kanannya si bapak dan di sisi kirinya tiga orang laki laki.

PERKOSAKATA

PERKOSAKATA

Connected