Tuesday, December 11, 2007

SMOKER

Sisa sisa air yang mengguyur bumi masih dengan jelas terlihat mata telanjang menggenang di beberapa bagian badan jalan protokol ibukota yang lalu lintasnya semrawut. Langit masih terlihat mendung, seakan pertanda bahwa hujan belumlah selesai.

Hujan akan datang kembali untuk membasahi bumi.

Jangan salahkan bila air yang memercik dari angkasa itu menjadi banjir. Sedianya dia turun untuk menyegarkan dahaga tumbuh tumbuhan sahabatnya, namun kini sahabatnya banyak hilang tergerus mesin mesin dan mahkluk mahkluk yang merasa dirinya pintar.

"Komdak komdak!" suara kondektur berteriak lantang.

Sam bangkit berdiri dan berkata "komdak kiri bang".

Kondektur itupun memukul mukulkan beberapa uang logam yang tersatu di genggamnya ke kaca pintu dihadapan. Sebuah irama pukulan yang khas ala angkutan umum kota Jakarta terdengar dan laju kendaraan kian menyurut..

Sam sedikit meloncat saat turun, bus ini terlihat begitu tergesa mengejar sesuatu di depan sana sehingga sulit membayangkan ia sungguh sungguh berhenti walau sungguh sungguh untuk sesaat.

Untuk mencapai tujuannya, Sam harus menunggu sebuah kendaraan umum yang memiliki rute ke arah sana. Sama seperti yang sebelumnya ia tumpangi dan sama pula seperti bus bus lainnya di kota Jakarta, bus yang ia nanti kini adalah bus bus reyot dan kotor yang dipaksakan belari. Gerimis menerpa wajah Sam, ia berlari kecil ke halte.

Semenit berlalu tanpa satupun bus yang dinantinya melintas.

"Maaf, punya.." seorang bapak berumur 30-an menyentuh lengannya, sambil kemudian tangannya memperagakan sebuah gerakan yang sudah sangat ia mengerti.

“Silahkan” Sam menyahut dan meminjami apa yang di tanyakan si bapak itu.

Gerimis masih setia menemani Sam.

“Terima kasih” si Bapak mengucap dan mengembalikan apa yang di pinjamnya kepada Sam.

“Sama sama” Sama menjawab.

Dari arah kiri Sam tampak tiga orang berlarian. Laki laki.

Tanpa banyak bicara dan seperti dikomando ketiganya mengeluarkan sesuatu dari saku celana abu abu mereka.

“Sial” salah satu dari mereka mengumpat kesal karena apa yang dikeluarkan dari sakunya sudah tidak terlalu baik lagi bentuknya.

Kedua orang temannya tertawa dan mengejek.

Si bapak dan tiga orang laki laki menikmati setiap hisapan dan hembusan.

Satu dari tiga laki laki itu terbatuk dan menekan nekan dadanya, seperti menahan sakit.

Awalnya Sam berniat akan menyimpan saja dulu batang terakhir ini hingga ia tiba ditujuannya nanti, namun melihat si bapak dan tiga orang laki laki itu akhirnya niatnya pupus, larut.

Sam, si bapak, dan tiga orang laki laki.

Mungkinkah mereka adalah pahlawan pahlawan yang berperan dalam pembangunan bangsa ini. Tanpa empat orang tersebut dan juga tanpa mereka yang melakukan sesuatu seperti yang Sam, si bapak, dan tiga orang laki laki tersebut lakukan bangsa ini akan memiliki lebih banyak pengangguran.

Tubuh mereka rusak, dan banyak orang terselamatkan kehidupan ekonominya.

Ataukah mereka adalah pendukung rusaknya lingkungan?
Karena untuk membuat apa yang mereka nikmati entah sudah berapa banyak pohon pohon tertebang, sudah berapa banyak nikotin dan zat zat kimia perusak lainnya yang tertebar di udara.

Sampurna masih menunggu bus yang akan mengantarnya ke tujuan di halte itu. Di sisi kanannya si bapak dan di sisi kirinya tiga orang laki laki.

PERKOSAKATA

PERKOSAKATA

Connected